Ibnu Sina (980–1037 M), seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter besar dari dunia Islam, memberikan warisan pemikiran yang berpengaruh dalam berbagai bidang ilmu. Dalam karya monumental Al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine), Ibnu Sina tidak hanya menjelaskan prinsip-prinsip ilmiah kedokteran tetapi juga menggarisbawahi pentingnya etika dalam praktik medis. Baginya, ilmu pengetahuan dan moralitas harus berjalan seiring untuk melayani kepentingan manusia.
Ibnu Sina memandang kesehatan sebagai keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Ia percaya bahwa tugas seorang tabib bukan hanya menyembuhkan penyakit, tetapi juga menjaga martabat dan kesejahteraan pasien secara menyeluruh (Nasr, 2007: 54). Pemikiran ini menawarkan kritik mendalam terhadap praktik kesehatan modern yang cenderung terpisah dari aspek moralitas. Ibnu Sina menulis, ” Ilmu tanpa moral adalah bencana, dan moral tanpa ilmu adalah kehampaan” (Gutas, 2001: 115).
Komersialisasi Kesehatan dan Tantangan Moral
Di Indonesia, tantangan utama dalam sektor kesehatan adalah komersialisasi layanan medis, yang sering mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu kasus paling mencolok adalah kematian bayi Tiara Debora pada tahun 2017. Debora meninggal dunia setelah ditolak perawatan intensif di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta karena orang tuanya tidak mampu membayar uang muka biaya perawatan. Kasus ini memicu kemarahan publik dan mengangkat isu moralitas dalam praktik medis (Saragih, 2018: 34).
Kasus Debora mencerminkan kegagalan sistem kesehatan Indonesia dalam mengintegrasikan ilmu dan etika. Rumah sakit, yang seharusnya menjadi tempat perlindungan terakhir bagi mereka yang membutuhkan, sering kali tunduk pada prinsip keuntungan ekonomi. Pandangan Ibnu Sina bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap manusia berseberangan dengan realitas ini. Ia mengajarkan bahwa ilmu kedokteran adalah amanah untuk melayani masyarakat, bukan alat untuk mencari keuntungan pribadi.
Selain itu, lemahnya kebijakan publik terkait akses kesehatan juga memperburuk situasi. Meskipun program BPJS Kesehatan sudah diterapkan, implementasinya masih menghadapi berbagai kendala, termasuk kurangnya fasilitas dan kesenjangan akses layanan di daerah terpencil.
Solusi Holistik Ibnu Sina untuk Sistem Kesehatan yang Lebih Adil
Pemikiran Ibnu Sina dapat menjadi dasar bagi reformasi sistem kesehatan di Indonesia. Ia menawarkan solusi holistik yang mencakup aspek pendidikan, kebijakan, dan pengawasan moral:
1. Pendidikan Etika bagi Tenaga Medis: Ibnu Sina percaya bahwa seorang tabib tidak hanya harus menguasai ilmu kedokteran tetapi juga memiliki integritas moral yang tinggi. Di Indonesia, institusi pendidikan kedokteran perlu memperkuat pelatihan etika medis dalam kurikulum. Misalnya, modul pelatihan berbasis empati dan pengabdian masyarakat dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan tenaga medis yang lebih manusiawi.
2. Kebijakan Publik yang Menjamin Akses Universal: Pemerintah harus memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa memandang status sosial atau ekonomi, memiliki akses terhadap layanan kesehatan berkualitas. Program BPJS Kesehatan perlu diperkuat dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap rumah sakit, terutama dalam kasus darurat. Sebagaimana Ibnu Sina menekankan bahwa kesehatan adalah kebutuhan universal, negara harus memastikan bahwa tidak ada pasien yang ditolak karena alasan finansial.
3. Pengawasan Ketat dan Sanksi terhadap Pelanggaran Etika : Untuk mencegah kasus seperti Debora terulang, perlu ada regulasi yang ketat dan sanksi yang jelas terhadap rumah sakit atau tenaga medis yang melanggar etika pelayanan. Pengawasan ini dapat melibatkan masyarakat sebagai pemantau, sebagaimana yang disarankan Ibnu Sina dalam pengelolaan tanggung jawab moral tenaga medis.
4. Edukasi Masyarakat tentang Kesehatan Preventif: Dalam Al-Qanun fi al-Tibb, Ibnu Sina menekankan pentingnya pencegahan sebagai bagian integral dari sistem kesehatan. Pemerintah dan lembaga kesehatan harus meningkatkan kampanye kesadaran tentang pola hidup sehat dan pencegahan penyakit, terutama di daerah-daerah dengan tingkat pendidikan rendah.
Kesimpulan
Pemikiran Ibnu Sina, yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan etika, menawarkan perspektif kritis terhadap sistem kesehatan modern di Indonesia. Kasus Debora menjadi bukti nyata bahwa komersialisasi layanan kesehatan telah mengikis nilai-nilai kemanusiaan dalam praktik medis. Dengan merefleksikan ajaran Ibnu Sina, Indonesia dapat membangun sistem kesehatan yang lebih adil dan manusiawi.
Melalui reformasi pendidikan tenaga medis, kebijakan akses universal, dan pengawasan moral, sistem kesehatan di Indonesia dapat mendekati visi ideal Ibnu Sina, di mana kesehatan dipandang sebagai hak dasar setiap manusia. Sebagaimana Ibnu Sina menulis, “Ilmu pengetahuan adalah pelita bagi tubuh, tetapi etika adalah pelita bagi jiwa” (Nasr, 2007: 59).